Jumat, 22 Februari 2013

Pensil Keberuntunganku

My lucky pencil, "pensil keberuntungan", early 2011.
Bukan bermaksud klenik, tapi saya ingin menceritakan kisah kecil tentang pensil berwarna pink neon yang telah saya gunakan selama tiga tahun ini. Banyak orang ketika mereka sudah dewasa dan bekerja lebih memilih pulpen sebagai alat tulis ketimbang pensil. Bagaimana tidak, anak-anak sekolah ketika beranjak ke sekolah menengah pertama yang dulunya biasa menggunakan pensil ketika sekolah dasar biasanya sudah dibiasakan untuk menggunakan pulpen di dalam kelas. Tetapi saya tidak. Saya lebih memilih menggunakan pensil. Alasannya sederhana. Karena pensil biasanya lebih ringan, berwarna-warni dan motifnya beragam, dan tentu saja: bisa dihapus.
My "pensil keberuntungan" on a table at a student s house.
Saya mendapatkan pensil ini ketika masih mengajar di English First Kuta di tahun 2009. Entah dari mana asalnya. Bisa jadi memang alat tulis yang disediakan oleh kantor, atau mungkin milik seorang murid yang tertinggal di kelas (?). Tapi yang jelas semenjak ada di tangan saya, saya langsung jatuh cinta. Alasannya lagi-lagi sederhana: karena warnanya yang mencolok. Sejak saat ini saya terus menggunakannya. Hingga saat saya pindah mengajar ke Banyan Tree Ungasan sampai ketika saya memulai Active English. Pensil ini selalu setia menemani. Dulu yang panjang aslinya sekitar 15 cm, sekarang tinggal 8 cm dengan lapisan plastik yang mulai mengelupas.
A drawing of my "pensil keberuntungan" by a student of mine, Yogi, 10 years old.
Pensil ini sempat beberapa kali hilang namun entah bagaimana bisa saya dapatkan kembali. Seorang perawat mungkin punya sepasang sepatu putih tua kesayangan yang dulu ia pakai sewaktu muda ketika menimba ilmu di sekolah perawat, yang menemaninya dalam susah dan senang dalam menuntut ilmu dan karir, yang akhirnya karena begitu banyak kenangan di dalamnya ia simpan hingga tua. Well, saya memang belum tua (hehe), tapi bagi saya, pensil ini lah “sepatu” itu. Meminjam istilah para sejarawan, pensil keberuntungan ini adalah “saksi bisu” perjalanan karir saya. Dari Ubud, Canggu, Nusa Dua hingga Denpasar dan Kuta, pensil keberuntungan ini selalu ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar